Kunjungan Ketiga yang Meninggalkan Kenangan

Alhamdulillah saya baru saja kembali dari Ponpes si Sulung. Kunjungan ketiga setelah si Sulung mulai mondok pada bulan Juni silam.

Seperti saya sebutkan di sini (silakan di-klik), mengunjungi si Sulung berarti menyerap semua curhatnya, dan memantulkan sinar bahagia agar ia kembali ceria dan semangat mondok.

Dan Alhamdulillah, pada kunjungan kali ini ini saya tak sendiri menyerap semua keluh kesahnya. Ada abi dan adiknya. Sehingga, insya Allah lebih banyak sinar kebahagiaan yang dapat si Sulung serap. Dan, yang pasti, dengan hadirnya si Abi dan si Bungsu, saya secara mental tak terlalu lelah. Saya dapat bersikap lebih bijak (dan tegas, hehe) dalam menanggapi curhatan si Sulung.

Terlebih, ada yang SANGAT menyejukkan hati saya. Alhamdulillah saya berkesempatan bertemu, berbincang singat, dan pamit dengan Ustadzah Pimpinan Ponpes, Ustadzah Budur Ba'abud dan Ustadzah Anisah, yang (kalau tidak salah) bertindak sebagai kepala sekolah di Ponpes (CMIIW).

Ustadzah Budur menanyakan bagaimana si Sulung. Saya jawab apa adanya, bahwa si Sulung kadang masih galau, tapi sudah banyak kemajuan.

Menurut Ustadzah Budur, "Kalau dia (si Sulung) bisa melewati semua di sini, insya Allah dia bisa menghadapi apapun di luar sana, di masyarakat."

Masya Allah. Aamiin. Mendengar itu, semangat saya langsung bertambah berkali-kali lipat.

Begitu pula ucapan dari Ustadzah Anisah saat saya berdiskusi dengan Beliau tentang proses dan semangat belajar, serta target dan rencana studi si Sulung, "Mohon dukungannya ya, Ummi."

Iya, Ustadzah, insya Allah saya akan lakukan segala yang saya mampu untuk mendukung si Sulung menuntut ilmu di Pondok.

Menurut Ustadzah Anisah, setelah empat bulan, biasanya santri sudah bisa menyesuaikan diri. Menurut si Abi, si Sulung sepertinya butuh enam bulan.

Mau empat atau enam bulan tak mengapa, yang penting saya terus berdoa agar si Sulung dapat menyesuaikan diri, dapat menimba sebanyak-banyaknya ilmu agama, dan pada akhirnya dapat menjadikan pondok pesantren sebagai zona nyamannya juga kelak. Aamiin ya Robbal 'alamin.

Oh ya, kunjungan ketiga ini meninggalkan dua kenangan. Yang satu menghasilkan air mata haru, yang lain menyebabkan air mata sedih.

Pertama, si Bungsu dan si Abi kali ini ikut karena insya Allah beberapa hari lagi si Bungsu akan berulang tahun.

Si Bungsu ingin merayakannya bersama Sister, begitu ia biasa memanggil si Sulung. Pertemuan mereka setelah kurang lebih 2,5 bulan berpisah sangat mengharukan. Mereka saling berpelukan dalam isakan tangis. Mereka amat sangat saling merindukan.

Hanya beberapa jam bersama, tapi si Bungsu sempat memijati punggung si Sulung. Sempat pula berbagi cerita tentang Iqro dan hafalan Juz'amma-nya yang sudah bertambah semenjak si Sulung mondok (dulu biasanya si Sulung yang mengajari si Bungsu).

Begitu pula dengan si Abi yang bukan tipe mellow, bahkan cenderung cool, kali ini juga menjadi sasaran pelukan dan sandaran si Sulung yang terisak hebat akibat rindu. Rasa haru menyelimuti hati saya demi melihat kehangatan pelukan antara si Sulung dan si Abi, yang justru tercipta akibat jarak yang terbentang di antara mereka.

Sebelum si Sulung mondok, belanja dua mingguan keluarga kami selalu ditangani oleh si Abi dan si Sulung (karena kalau saya ikut, terlalu banyak barang di luar daftar yang dibeli 🙈). Dan sehari-hari, hampir selalu si Abi yang mengantar jemput si Sulung sekolah setiap hari. Hanya sebatas itu kebersamaan di antara mereka. Dulu, si Abi bukanlah tempat si Sulung berbicara dari hati ke hati.

Namun, kini semua berbeda. Sekitar semingguan sebelum berangkat, si Abi sempat bertanya, "Berapa hari lagi ketemu si Sulung?" Terkadang, tiba-tiba saja di sela kegiatan, si Abi menyebut nama si Sulung, memanggil-manggil begitu. Mungkin ia sedang rindu, tapi karena si Abi tipe orang yang kaku untuk urusan perasaan, ia tak mudah mengucapkannya, sehingga kadang ia mengelak, bahwa ia hanya sedang menggoda saya (karena biasanya saya yang rindu gak ketulungan sama si Sulung). Selain itu, beberapa hari sebelum ke Pondok, si Abi pun sempat memimpikan si Sulung. Dan ternyata, dari ceritanya kemarin, di sana si Sulung pun sedang merindukan abinya.

So, bisa dibilang, kemarin itu adalah reuni keluarga yang mengharukan. Alhamdulillah.

Kedua, dan ini sangat menyedihkan, terjadi pembunuhan atas santri salah satu Ponpes yang cukup terkenal di kawasan yang sama dengan Ponpes si Sulung. Peristiwa tersebut terjadi pada malam hari di seberang sebuah toko buku besar di sana saat santri tersebut hendak menjemput ibunya dari Kalimantan (CMIIW). Dan yang membuat saya terenyak, pada hari yang sama, siangnya, kami sekeluarga ke toko buku tersebut karena si Sulung ingin membeli beberapa buku dan kebutuhan di Ponpes.

Innalillahi wa innailaihi rojiun. Awalnya ingin menjenguk, sang Ibu justru harus menjemput si anak dalam keadaan tak bernyawa. Walau begitu, di facebook Ponpes tersebut, saya baca, sang Ibu bersaksi bahwa anaknya adalah anak yang berbakti kepada orang tua. Membaca itu, air mata saya menetes deras. Semoga sang Ibu diberikan kekuatan. Semoga perjuangan sang Ibu dan Almarhum yang harus menahan rindu saat berjauhan di kala Ananda menuntut ilmu di Ponpes menjadi ladang pahala berlimpah yang memudahkan keduanya kelak di hadapan Allah SWT. Aamiin YRA.


Ya, begitulah, selalu ada yang dapat dipelajari, dimaknai, direnungkan, dan didiskusikan (dengan si Abi) dari setiap kunjungan ke Ponpes. Mohon doa agar si Sulung dan saya istiqomah dengan perjuangan ini, agar kami selalu dekat dalam doa meski raga kami saling berjauhan. Aamiin. Jazakumullahu khoiron.

Comments

Popular Posts