Rencana vs Harapan

Hingga saya lulus kuliah, hidup saya masih agak-agak sesuai harapan. Lulus SD, masuk SMP yang sesuai dengan rencana saya, lalu diterima di SMA yang sesuai dengan rencana saya, hingga menjadi mahasiswa di jurusan, fakultas, dan universitas yang saya rencanakan. Di sana ada usaha, ada doa, ada harapan.

Namun sejalan waktu, lepas dari universitas, hidup saya tidak lagi sesuai dengan rencana. Saya mulai bingung dan seakan kehilangan arah. Saya mulai takut berencana. Bahkan saya tak berani lagi berharap.

Saya jalani hidup seakan mengalir begitu saja, mengikuti arus takdir yang membawa saya. Dan tak jarang arus itu membawa saya ke bongkahan bebatuan  cadas yang menghempas saya ke sana dan ke mari. Saya limbung.

Cukup lama saya berada dalam kondisi seperti itu. Hingga suatu ketika saya dipertemukan oleh Allah dengan salah seorang kekasih-Nya, yaitu Ustadzah Halimah Alaydrus. Saya mulai mendapatkan pegangan, sehingga saat saya limbung, hempasannya tak terlalu jauh membawa saya ke arah yang salah.


Tapi, saya masih takut berencana, masih tak berani berharap. Walau begitu, saya terus berpegangan. Perlahan, saya menyadari. Selama ini ternyata rencana saya, harapan saya, semua saya gantungkan kepada manusia. Saya pun menyadari, saya salah.

Semestinya, saya pasrahkan semua rencana hidup saya kepada-Nya. Dan hanya kepada-Nya saya berharap.

Minggu lalu, Ustadzah Halimah mengadakan sebuah acara yang sangat indah bertajuk Bidadari Bumi. Beliau mendatangkan dua ustadzah dari Amerika. Masya Allah, bahagia rasanya bisa bertemu dengan mereka semua, mendengarkan tutur kata mereka yang menyejukkan hati.

Terlebih saat saya menyimak kisah Ustadzah Eiman tentang seorang Bidadari Bumi, Alison, seorang mualaf yang setelah tigabelas tahun akhirnya menemukan kebahagiaannya kembali dalam keindahan keislamannya. Dan, bukankan Nabi SAW juga hijrah ke Madinah pada tahun ketigabelas?

Tigabelas tahun. Buat saya, angka itu juga penting.

Menjelang usia 40 tahun ini, pada tahun ketigabelas sebuah keadaan, saya juga memutuskan untuk hijrah dari keadaan itu. Keadaan di mana saya melanjutkan keputusan saya untuk tak lagi berencana dan memasrahkan diri kepada takdir-Nya. Keadaan di mana saya mulai kembali berharap, namun hanya kepada-Nya.

Semoga ini memang menjadi cikal bakal pelangi di ujung masa saya. Prosesnya masih berlanjut, saya masih berpegangan, dan perlahan-lahan


Comments

Popular Posts